Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan merupakan program kerjasama antara Pemerintah Amerika Serikat dan Pemerintah Indonesia dalam rangka pengalihan hutan (debt nature swap) untuk kegiatan konservasi hutan di Kalimantan berdasarkan Forest Conservation Agreement yang ditanda tangani pada tanggal 29 September 2011. Kegiatan TFCA Kalimantan mendukung Program Karbon Hutan Berau dan Jantung Borneo (HoB) pada Kabupaten Berau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Mahakam Ulu, dan Kabupaten Kapuas Hulu dengan alokasi pendanaan sebesar 80 persen. Sedangkan 20 persen dana disalurkan untuk investasi strategi di luar kabupaten target.
Sejak tahun 2014-2019, TFCA Kalimantan telah mendistribusikan hibah kepada 54 mitra dalam 4 periode siklus hibah. Sesuai dengan Forest Conservation Agreement, pembayaran terakhir debt nature swaps dari Kementerian Keuangan kepada trust fund Yayasan Kehati adalah bulan September 2019. Oleh karena itu Direktorat Jenderal KSDAE sebagai dewan pengawas TFCA Kalimantan perlu melakukan evaluasi kinerja program TFCA Kalimantan.
Aspek yang dievaluasi adalah aspek relevansi dengan program kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, efektifitas pelaksanaan program, dan keberlanjutan program. Pengumpulan data melalui data sekunder seperti laporan tahunan mitra TFCA Kalimantan, Fokus Group Discussion (FGD) di Balikpapan dan Berau mengundang mitra dan pemerintah daerah serta quisioner. Hasil data akan dianalisa menggunakan statistic deskriptif dari hasil kuisioner dan analisa kualitatif dari hasil wawancara dan telaah dokumen
Dari hasil evaluasi, pelaksanaan program TFCA Kalimantan telah relavan dengan program kerja Kementerian LHK dan Pemerintah Daerah. Hampir 85% responden FGD menyatakan bahwa kegiatan TFCA Kalimantan telah selaras dengan program kerja Pemerintah. Sedangkan bila dibandingkan dengan rencana implementasi TFCA Kalimantan, kegiatan para mitra telah mendukung pencapaian indikator tujuan TFCA Kalimantan. Program yang paling banyak didukung adalah pengembangan sumber daya hutan dan jasa lingkungan untuk alternative ekonomi masyarakat hutan. TFCA Kalimantan telah melakukan pendampingan kepada kelompok usaha masyarakat untuk pengembangan 15 jenis produk unggulan (Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), pertanian, perikanan, dan ternak) serta 17 objek wisata.
Pada bidang keanekaragaman hayati, mitra TFCA Kalimantan telah berkontribusi dalam pelepasliaran dan penyelematan 32 buah orang utan dan menjadi salah satu pemain utama pada usaha penyelamatan Badak Sumatera “Pahu” di Kabupaten Kutai Barat. Sedangkan pada kegiatan rehabilitasi, TFCA Kalimantan berkontribusi sebesar 14% dari pencapaian rehabiltasi di Kalimantan pada tahun 2015-2018, yaitu sebesar 898.81 Ha dari 787,608 Ha. Para mitra juga mendukung program perhutanan sosial dengan mendampingi 28 Desa dalam perizinan hutan desa. Total luas hutan desa yang telah difasilitasi oleh TFCA Kalimantan adalah sebesar 108,730 Hectare yaitu mendukung sekitar 14.4% dari pencapaian program perhutanan sosial di Kalimantan.
Terkait efektifitas pelaksanaan, kegiatan TFCA Kalimantan telah menjawab kebutuhan konservasi di tingkat tapak berdasarkan opini 75% peserta FGD di Balikpapan dan Berau. Pelaksanaan kegiatan umumnya juga telah sesuai dengan rencana kerja mitra. Efektifitas kegiatan peningkatan kapasitas yang diselenggarakan TFCA Kalimantan juga diakui oleh 65% peserta FGD. Baik mitra dan pemerintah setuju bahwa peningkatan kapasitas telah memberikan manfaat kepada kelompok masyarakat, terutama terkait pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan dan pengelolaan organisasi.
Salah satu tantangan terbesar TFCA Kalimantan adalah memastikan keberlanjutan program setelah proyek selasai. Pada evaluasi ini, keberlanjutan program diukur berdasarkan dua indikator yaitu: akses pendanaan atau sumber daya manusia dan kebijakan yang dirumuskan untuk mendukung keberlanjutan manfaat. Dari 26 Mitra TFCA yang telah selesai, tercatat hanya 3 mitra yaitu Aliansi Organis Indonesia, Sampan Kalimantan, dan Pokdarwis Linggang Melapeh yang telah memiliki akses pendanaan dari sektor swasta, dana desa, dan pemerintah daerah. Mitra umumnya masih Sedangkan dari segi perumusan kebijakan, hanya sekitar 5 mitra yang berhasil memfasilitasi keluarnya peraturan kampong, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD) dan kesepakatan dengan pemegang konsensi IUPHHK.
Melihat masih rendahnya tingkatnya keberlanjutan program, TFCA Kalimantan ke depannya perlu menjadi mediator antara mitra dengan sumber pendanaan lain seperti Corporate Sosial Responsibilities (CSR), dana pembayaran jasa lingkungan, atau anggaran daerah. Pendampingan kepada mitra untuk pemasaran produk HHBK atau jasa lingkungan hasil binaan juga perlu ditingkatkan sehingga usaha yang dibangun terus berlanjut dan memberikan manfaat kepada masyarakat.
Salah satu catatan dari evaluasi ini adalah lebih efektif dan efisiennya kinerja mitra lokal dikarenakan rasa kepemilikan yang tinggi untuk kemajuan daerahnya. Namun demikian, kapasitas mitra local umumnya masih rendah, baik dalam pengelolaan hibah maupun dariaspek teknis pengelolaan hutan. Untuk itu tantangan ke depan TFCA Kalimantan adalah peningkatan kapasitas mitra local dan desa untuk mencari kader konservasi yang akan meneruskan program di daerahnya.
Berdasarkan hasil evaluasi, program TFCA Kalimantan direkomendasikan untuk dilanjutkan dengan pertimbangan pelaksanaan program relevan dan mendukung program kerja Kementerian LHK. Integrasi kegiatan TFCA dengan rencana strategis mitra serta pemerintah pusat, daerah, dan desa perlu ditingkatkan untuk keberlanjutan dukungan pemerintah terhadap program TFCA. Selain itu pendampingan dan fasilitasi kepada mitra TFCA Kalimantan, baik terkait akses pendanaan, pengelolaan hutan, maupun pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan perlu ditingkatkan melalui dukungan tenaga teknis. Selain itu untuk mensosialisasikan hasil program TFCA Kalimantan, workshop dapat diselenggarakan tiap tahun dengan mengundang instansi terkait sehingga pembelajaran dan kisah sukses dari program TFCA Kalimantan dapat direplikasi di tempat lain.