Jakarta (10/3) – Dalam rangka memperingati Hari Startegi Konservasi Sedunia yang diperingati setiap tanggal 6 Maret. Program TFCA Kalimantan-Yayasan KEHATI menyelenggarakan diskusi dari hati KEHATI ditayangkan secara live di instagram dengan tema “Strategi Konservasi di Teluk Balikpapan Kalimantan Timur” untuk berbagi informasi strategi konservasi yang dilakukan di teluk Balikpapan, Kalimantan Timur serta mendapatkan masukan dan dukungan bagi tindaklanjutnya.

Narasumber pada diskusi Startegi Konservasi di teluk Balikpapan. Atas: Lusi-Moderator, Mapela Selle-Pokja Pesisir, (Bawah) Ir. Andi Rusandi -KKP, Dr. Rony Megawanto-Yayasan KEHATI

Diskusi online ini menghadirkan narasumber; Ir. Andi Rusandi, M.Si, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Mapela Selle, Direktur Pokja Pesisir Teluk Balikpapan, Dr. Rony Megawanto, Direktur Program Yayasan KEHATI.

Latar belakang diperingati nya Hari Startegi Konservasi Sedunia setiap tahun nya berawal di tahun 1980 dengan dirilis nya sebuah dokumen bertajuk World Conservation Strategy (WCS) yang melibatkan 31 negara dunia. Dokumen tersebut salah satunya di inisiasi oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), dimana hingga saat ini Yayasan KEHATI terdaftar sebagai anggota IUCN. Pada dokumen tersebut, hal terpenting yang tertulis yaitu; definisi mengenai konservasi terkait pengelolaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara luas yang berkelanjutan. Isu konservasi terus berkembang menjadi pembahasan pada KTT Bumi 1992 tentang pembangunan berkelanjutan, sehingga dokumen tersebut menjadi salah satu rujukan di Indonesia ungkap “Rony Megawanto” sebagai pengantar diskusi.

Andi Rusandi menjelaskan bahwa strategi konservasi saat ini telah in-line, bahkan di dalam amanat UUD’45 sudah jelas menerangkan bahwa sumber alam dan beserta isinya dikuasai oleh negara dan diamanatkan untuk kemakmuran rakyat. Dari UUD 45 tersebut, maka diturunkan undang-undang yang didalamnya terkait konservasi mulai dari UU No.31 tahun 2004 junto UU No.45 tahun 2009 tentang perikanan, UU no.27 tahun 2007 tentang wilayah pesisir, UU No.32 tahun 2014 tentang kelautan dan UU no.11 tahun 2020 tentang cipta kerja. Undang-undang tersebut telah menghantarkan kita semua pada bagaimana pengelolaan sumberdaya alam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah telah berkomitmen untuk melindungi dan melestarikan ekosistem dan keanekaragaman hayati melalui dua pendekatan yaitu Spesies dan habitat (rumah) nya. Hal terpenting dalam melaksanakan upaya konservasi adalah adanya keterlibatan masyarakat sehingga bisa bersinergi dalam mengelola sumber daya alam dan ekosistem nya, baik yang berada di darat maupun di laut secara berkelanjutan. Saat ini masih sedikit masyarakat yang memahami makna konservasi. Oleh karena itu dalam menyampaikan informasi ke masayarakat perlu dilakukan dengan bahasa yang populer dan sederhana sehingga masyarakat mudah memahami nya, dengan kata lain seperti; sesuatu (mahluk) yang hidup itu harus kita hargai dan lindungi, tambah “Andi Rusandi”.

Teluk Balikpapan dianggap oleh masayarakat pesisir sebagai rumah kehidupan. Di teluk Balikpapan terdapat 5 kampung dan ada sekitar 16.000 ha adalah kawasan mangrove, 54 Sub DAS Sungai, 22 pulau-pulau kecil, terumbu karang, padang lamun, dan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan ekosistem nya terjamin. Sehingga teluk Balikpapan memiliki potensi sebagai destinasi ekowisata karena didalamnya ada banyak satwa langka dengan status dilindungi, seperti bekantan (Nasalis lavartus), beruang madu (Helarctos malayanus), orangutan (Pongo pygmaeus, pesut (Orcaella brevirostris), dugong (Dugong dugon) dan penyu hijau (Chelonia mydas), terang “Selle”.

Tumpahan minyak pada April 2018 dan ditetapkan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di teluk Balikpapan oleh pemerintah, terjadi degradasi habitat dan maraknya alih fungsi lahan mangrove yang dikonversi menjadi pelabuhan, permukiman, ataupun untuk industri. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak kepada penurunan kualitas lingkungan di teluk Balikpapan. Oleh karena itu, POKJA Pesisir bersama masyarakat yang didukung pendanaan dana hibah TFCA Kalimantan mendorong sebagaian kawasan di teluk Balikpapan menjadi kawasan konservasi dengan penetapan KKP3K (Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil) Teluk Balikpapan. POKJA Pesisir bersama DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) Kota Balikpapan juga telah melakukan sosialisasi, identifikasi, iventarisasi dan zonasi KKP3K. Saat ini status kawasan konservasi di teluk Balikpapan sudah setara dengan dicadangkan karena telah masuk di perda RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Peisir dan Pulau-pulau Kecil) Kalimantan Timur yang ditetapkan melalui Perda nomor 2 tahun 2021 pada bulan April dengan luasan yang di akomodir seluas 1.137,4 ha. Untuk mendapatkan penetapan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) diperlukan satu tahapan lagi yaitu pembentukkan POKJA KKP3K untuk proses penyusunan dokumen awal, penyusanan dokumen final, konsultasi publik, konsultasi teknis dan mengirimkan surat permohonan penetapan kawasan konservasi tersebut ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sambung “Selle”.

POKJA Pesisir bersama masyarakat dan Organisasi Swadaya Masyarakat lain nya yang didukung oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Timur akan segera mengajukan permohonan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan agar Teluk Balipapan dapat ditetapkan menjadi KKP3K, tutup “Selle”.

Pulau pulau kecil yang terdapat di KKP3K 07 Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur